Senin, 21 Mei 2012

kelainan refraksi

BAB
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan astigmatisma. Hampir setiap saat kita menjumpai kasus kelainan refraksi di lingkungan kita dan angka ini secara teoritis meningkat terus tiap tahunnya. Di negara maju angka-angka yang menunjukkkan kasus-kasus kelainan refraksi mudah didapatkan, akan tetapi di negara-negara berkembang penelitian tentang kelainan refraksi masih dalam tahap awal. Peningkatan angka kejadian kelainan refraksi ini dipicu oleh deteksi dini kelainan refraksi seiring berkembangnya teknologi kedokteran sehingga kasus yang dulu tidak terdeteksi dapat ditemukan, m a k i n c a n g g i h n y a t e k n o l o g I v i s u a l y a n g merangsang penggunaan indera penglihatan terus menerus dan gaya hidup masyarakat yang menuntut penggunaan penglihatan secara terus menerus. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan mata, termasuk keengganan datang memeriksakan diri ke rumah sakit adalah karena ketidaktahuan mereka soal betapa pentingnya mata, sehingga mungkin saja angka kejadian yang ada di rumah sakit tidak mewakili jumlah   angka   kelainan   refraksi   yang   ada   di m a s y a r a k a t . S e l a i n i t u , f a k t o r l a i n y a n g berpengaruh, ketidakmampuan untuk membayar biaya pemeriksaan atau operasi, serta ketakutan jika harus menjalani operasi.2  Faktor-faktor risiko kelainan refraksi ada dalam lingkungan kita. Jika tidak waspada, seseorang bisa terdiagnosis kelainan refraksi yang cukup berat tanpa dia sadari perjalanan penyakitnya. Ada pula faktor-faktor medis yang dapat mempengaruhi kemampuan penglihatan seperti penyakit-penyakit sistemik, trauma yang menyebabkan lepasnya lensa mata dari penggantungnya atau laserasi kornea dan kelainan-kelainan kongenital.
Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan P e n d e n g a r a n y a n g d i l a k u k a n o l e h D e p k e s d I 8 Propinsi (Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat) berturut-turut  pada  tahun  anggaran  1993/1994, 1994/1995, 1995/1996, 1996/1997, ditemukan kelainan refraksi sebesar 22,1% dan menempati urutan pertama dalam 10 penyakit mata terbesar di Indonesia. Sedangkan angka kelainan refraksi pada golongan usia sekolah adalah kurang lebih 5%. Kelainan refraksi ini dapat terjadi pada seluruh golongan umur terutama pada golongan anak sekolah yang berumur dari 6 sampai 18 tahun. Uji coba di 3 kabupaten di Jawa Barat tahun 1994, ditemukan 3–5% anak sekolah mempunyai tajam penglihatan yang tidak normal, dan dari hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh mereka yang membutuhkan kacamata ternyata tidak mampu membeli, dikarenakan tidak terjangkaunya harga kacamata.
Dengan kemajuan teknologi kedokteran seperti LASIK (laser-assisted in-situ keratomileusis), sebagian besar miopia dan kasus-kasus kelainan refraksi bisa dikoreksi dengan cukup baik. Namun, pada beberapa kasus ditemukan keadaan dimana koreksi yang dilakukan tidak sempurna atau tidak bisa dikoreksi sama sekali. Pada kasus-kasus tersebut ditemukan berbagai faktor penyebab, antara lain kelainan yang ditemukan sudah dalam stadium yang berat, akomodasi yang berlebihan (spasme otot siliar), kelainan refraksi ganda (menderita dua m a c a m   k e l a i n a n   r e f r a k s i   y a n g   b e r b e d a ) , penanganan   yang   terlambat   dan amblyopia.
Kelainan refraksi yang tidak dapat dikoreksi dapat m e n i m b u l k a n   p r o b l e m a - p r o b l e m a   s e p e r t i kebutaan, gangguan dalam bekerja, gangguan sosial dan problema lainnya sehingga perlu diadakan penelitian untuk mengetahui kasus-kasus kelainan refraksi tak terkoreksi penuh dan golongan umur yang rentan.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kasus- kasus kelainan refraksi tak terkoreksi penuh serta penyebarannya di berbagai tingkatan umur. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang kasus kelainan refraksi tak terkoreksi penuh dan penyebarannya di berbagai tingkatan umur, serta memberi gambaran lebih jelas tentang penyebaran angka penderita kelainan refraksi tak terkoreksi penuh dalam berbagai tingkatan umur.



BAB II
PEMBAHASAN
Defenisi
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.
Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya berasal dari jarak tak berhingga atau jauh akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh tersebut didekatkan, hal ini terjadi akibat adanya daya akomodasi lensa yang memfokuskan bayangan pada retina. Jika berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa di dalam mata untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa yang mencembung bertambah kuat. Kekuatan akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu melihat dekat. Bila benda terletak jauh bayangan akan terletak pada retina. Bila benda tersebut didekatkan maka bayangan akan bergeser ke belakang retina. Akibat benda ini didekatkan penglihatan menjadi kabur, maka mata akan berakomodasi dengan mencembungkan lensa. Kekuatan akomodasi ditentukan dengan satuan Dioptri (D), lensa 1 D mempunyai titik fokus pada jarak 1 meter.

Epidemiologi
Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta orang. Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-17 tahun. Pada etnis tertentu, peningkatan angka kejadian juga terjadi walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi sebanyak 12% pada usia  6 tahun dan 84 % pada usia 16-18 tahun. Angka yang sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang.
Miopia
Pengertian
Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.

Gbr.1 : Mata Miopia
Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif dalam Dioptri. Klasifikasi miopia antara lain: ringan (3D), sedang (3 – 6D), berat (6 – 9D), dan sangat berat (>9D).
Gejala
Gejala miopia antara lain penglihatan kabur melihat jauh dan hanya jelas pada jarak tertentu/dekat, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat pada mata, gangguan dalam pekerjaan, dan jarang sakit kepala.
Koreksi mata miopia dengan memakai lensa minus/negatif ukuran teringan yang sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Pemakaian kaca mata dapat terjadi pengecilan ukuran benda yang dilihat, yaitu setiap -1D akan memberikan kesan pengecilan benda 2%. Pada keadaan tertentu, miopia dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif, Laser Asissted In situ Interlamelar Keratomilieusis (Lasik).
Hipermetropia
Pengertian
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola mata (hipermetropia aksial), seperti yang terjadi pada kelainan bawaan tertentu, atau penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa).

Gambar 2. Mata Hipermetropia
Gejala
Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi. Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 D maka penglihatan jauh juga akan terganggu. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 D dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata tanpa kesulitan, namun tidak demikian bila usia sudah 60 tahun. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada perubahan usia, lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan bayangan pada retina sehingga akan lebih terletak di belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan lensa positif atau konveks dengan bertambahnya usia. Pada anak usia 0-3 tahun hipermetropia akan bertambah sedikit yaitu 0-2.00 D.
Pada hipermetropia dirasakan sakit kepala terutama di dahi, silau, dan kadang juling atau melihat ganda. Kemudian pasien juga mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang retina. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah lanjut akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung atau konveks untuk mematahkan sinar lebih kuat kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah diberikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.
Astigmatisma
Pengertian
Astigmata terjadi jika kornea dan lensa mempunyai permukaan yang rata atau tidak rata sehingga tidak memberikan satu fokus titik api. Variasi kelengkungan kornea atau lensa mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan akan dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian lain sinar difokuskan di belakang retina. Akibatnya penglihatan akan terganggu. Mata dengan astigmatisme dapat dibandingkan dengan melihat melalui gelas dengan air yang bening. Bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar, kurus, terlalu lebar atau kabur.
Gejala
Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan : melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah. Koreksi mata astigmat adalah dengan memakai lensa dengan kedua kekuatan yang berbeda. Astigmat ringan tidak perlu diberi kaca mata.
Presbiopia
Pengertian
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, yaitu akomodasi untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Presbiopia terjadi akibat penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya kontraksi otot akomodasi berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa sukar memfokuskan sinar pada saat melihat dekat.

Gambar 3. Mata Presbiopia
Gejala
Gejala presbiopia biasanya timbul setelah berusia 40 tahun. Usia awal mula terjadinya tergantung kelainan refraksi sebelumnya, kedalaman fokus (ukuran pupil), kegiatan penglihatan pasien, dan lainnya. Gejalanya antara lain setelah membaca akan mengeluh mata lelah, berair, dan sering terasa pedas, membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca, gangguan pekerjaan terutama di malam hari, sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca. Koreksi dengan kaca mata bifokus untuk melihat jauh dan dekat. Untuk membantu kekurangan daya akomodasi dapat digunakan lensa positif. Pasien presbiopia diperlukan kaca mata baca atau tambahan untuk membaca dekat dengan kekuatan tertentu sesuai usia, yaitu: +1D untuk 40 tahun, +1,5D untuk 45 tahun, +2D untuk 50 tahun, +2,5D untuk 55 tahun, dan +3D untuk 60 tahun. Jarak baca biasanya 33cm, sehingga tambahan +3D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan.
Pemeriksaan Refraksi
Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi refraksi yang memberikan tajam penglihatan terbaik.

 
Gambar 4. Pemeriksaan Mata
Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Mayoritas retinoskopi menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland. Retinoskopi dilakukan saat akomodasi pasien relaksasi dan pasien disuruh melihat ke suatu benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak membutuhkan daya akomodasi.
Idealnya, pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan saat akomodasi mata pasien istirahat. Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai pada anak sebelum usia 5 tahun. Pada usia 20 – 50 tahun dan mata tidak memperlihatkan kelainan, maka pemeriksaan mata perlu dilakukan setiap 1 – 2 tahun. Setelah usia 50 tahun, pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun.
Pencegahan
Selama bertahun-tahun, banyak pengobatan yang dilakukan untuk mencegah atau memperlambat progresi miopia, antara lain dengan:
Koreksi penglihatan dengan bantuan kacamata
Pemberian tetes mata atropin.
Menurunkan tekanan dalam bola mata.
Penggunaan lensa kontak kaku : memperlambat perburukan rabun dekat pada anak.
Latihan penglihatan : kegiatan merubah fokus jauh – dekat.
Gejala dan Tanda
Penderita kelainan refraksi biasanya datang dengan keluhan sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas, pegal pada bola mata, dan penglihatan kabur. Tajam penglihatan pasien kurang dari normal (6/6). Ametropia pada anak dapat mengakibatkan seperti penglihatan kabur dan juling.
Terapi
Terapi meliputi edukasi mengenai kelainan refraksi, penggunaan kaca mata tidak menyembuhkan kelainan refraksi, meningkatkan jumlah asupan makanan yang mengandung vitamin A, B, dan C. Kebutuhan mengkoreksi kelainan refraksi tergantung gejala pasien dan kebutuhan penglihatan. Pasien dengan kelainan refraksi ringan dapat tidak membutuhkan koreksi. Koreksi kelainan refraksi bertujuan mendapatkan koreksi tajam penglihatan terbaik.
Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan karena mudah merawatnya dan murah. Lensa gelas dan plastik pada kaca mata atau lensa kontak akan mempengaruhi pengaliran sinar. Warna akan lebih kuat terlihat dengan mata telanjang dibanding dengan kaca mata. Lensa cekung kuat akan memberikan kesan pada benda yang dilihat menjadi lebih kecil, sedangkan lensa cembung akan memberikan kesan lebih besar. Keluhan memakai kaca mata diantaranya, kaca mata tidak selalu bersih, coating kaca mata mengurangkan kecerahan warna benda yang dilihat, mudah turun dari pangkal hidung, sakit pada telinga dan kepala.
Selain kacamata, lensa kontak juga alat koreksi yang cukup banyak dipergunakan. Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan di dataran depan kornea untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Lensa ini mempunyai diameter 8-10 mm, nyaman dipakai karena terapung pada kornea seperti kertas yang terapung pada air. Agar lensa kontak terapung baik pada permukaan kornea maka permukaan belakang berbentuk sama dengan permukaan kornea. Permukaan belakang lensa atau base curve dibuat steep (cembung kuat), flat (agak datar) ataupun  normal untuk dapat menempel secara longgar sesuai dengan kecembungan kornea. Perlekatan longgar ini akan memberikan kesempatan air mata dengan mudah masuk diantara lensa kontak dan kornea. Air mata ini diperlukan untuk membawa makanan seperti oksigen.
Keuntungan dibandingkan dengan kaca mata biasa antara lain:
Pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dibanding bayangan normal
Lapang pandangan menjadi lebih luas karena tidak banyak terdapat gangguan tepi bingkai pada kaca mata.
Selain itu dapat pula dilakukan pembedahan. Salah satu terapi pembedahan yang cukup populer adalah dengan cara LASIK atau bedah dengan sinar laser. Pada lasik yang diangkat adalah bagian tipis dari permukaan kornea yang kemudian jaringan bawahnya dilaser. Pada lasik dapat terjadi hal-hal berikut : kelebihan koreksi, koreksi kurang, silau, infeksi kornea, ataupun kekeruhan pada kornea. Terapi bedah lain yang dapat dilakukan antara lain penanaman lensa buatan di depan lensa mata, pengangkatan lensa, radikal keratotomi dan Automated Lamelar Keratoplasty (ALK).




















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi dapat di simpulkan bahwa kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata. Yang di bagi dalam beberapa bagian yaitu miopi, Miopia, Hipermetropia, Astigmatisma, Presbiopia














DAFTAR PUSTAKA
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta  Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982.

laporan pendahuluan pada ASD (Atrium Septal Defek)

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kelainan kongenital jantung terjadi pada sekitar 8 per 1000 kelahiran hidup, yang menjadikan salah satu tipe malformasi komginital tersering. Dengan menurunnya incident demam reumatik akut,.Penyakit jantung konginital menjadi penyakit jantung pada anak di dunia barat. Penyakit jantung kongenital mencakup berbagai macam malformasi, berkisar dari kelainan ringan yang hanya menimbulkan gejala minimal sampai usia dewasa, hingga anomaly berat yang menyebabkan kematian pada masa perinatal.  Selama ini penyakit jantung kongital belum diketahui penyebabnya salah satunya factor genetik.Factor genetic jelas berperan pada sebagian kasus, seperti dibuktikan oleh kemunculan familial penyakit jantung kongenital serta berkaitan erat dengan kelainan kromosom tertentu.Dan malformasi jantung konginital. Factor lingkungan, seperti infeksi rubella konginital, berperan pada beberapa kasus. Namun, secara keseluruhan factor genetik dan juga lingkunag hanya dapat teridentifikasi sebesar 10% dari kasus penyakit jantung konginital.Pada 90% kasus lainnya penyebabnya tidak jelas.Factor genetik dan juga lingkungan multifactor mungkin merupakan penyebab pada banyak kasus penyakit jantung konginital yang pada saat ini diklasifikasikan sebagai kelainan idiopatik.
Untuk memudahkan pembahsan maka penyakit jantung konginital dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama:
Malformasi yang menyebabakan pirau (shunt) kiri ke kanan
Malformasi yang menyebabakan pirau kanan ke kiri (penyakit jantung konginital sianotik)
Malformasi yang menyebabakan pirau
Pada setiap subkategori ini, kita akan membahas pathogenesis, morfologi, gan gambaran klinis penyakit jantung konginital yang sering ditemukan. Pada ketiganya terdapat resiko endocarditis infektif.
Tujuan penulisan
Tujuan umum
Diharapkan setelah terbitnya makalah ini mahasiswa dapat memahami penyakit jantung Atrium Septum Defek (ASD)
Tujuan khusus
Mahasiswa dapat memahami tentang Atrium Septum Defek (ASD)
Mahasiswa mengerti tentang Atrium Septum Defek (ASD)
Mahasiswa dapat memahami etiologi Atrium Septum Defek (ASD)
Mahasiswa dapat menguraikan manifestasi klinik Atrium Septum Defek (ASD)
Mahasiswa dapat menguraiakan patofisiologi Atrium Septum Defek (ASD)
Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan Atrium Septum Defek (ASD)
Mahasiswa dapat menguraikan intervensi Atrium Septum Defek (ASD)












BAB II
PEMBAHASAN
Anatomi
Jantung normal dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastinum medialis dan sebagian tertutup oleh jarinbgan paru. Bagian depan dibatasi oleh sternum dan iga 3,4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis media sternum. Jantung terletak diatas diafragma, miring ke depan kiri dan apeks kordis berada paling depan dari rongga dada. Apeks ini dapat diraba pada ruang sela iga 4 – 5 dekat garis medio- klavikuler kiri. Batas kranial dibentuk oleh aorta asendens, arteri pulmonal dan vena kava superior. Ukuran atrium kanan dan berat jantung tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi badan, lemak epikardium dan nutrisi seseorang. Anatomi jantung dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu anatomi luar dan anatomi dalam. Anatomi luar, atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus koronarius yang mengelilingi jantung. Pada sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan arteri sirkumfleks setelah dipercabangkan dari aorta. Bagian luar kedua ventrikel dipisahkan oleh sulkus interventrikuler anterior di sebelah depan, yang ditempati oleh arteri desendens anterior kiri, dan sulkus interventrikularis posterior disebelah belakang, yang dilewati oleh arteri desendens posterior. Perikardium, adalah jaringan ikat tebal yang membungkus jantung. Perikardium terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium visceral (epikardium) dan perikardium parietal. Epikardium meluas sampai beberapa sentimeter di atas pangkal aorta dan arteri pulmonal. Selanjutnya jaringan ini akan berputar – lekuk (releksi) menjadi perikardium parietal, sehingga terbentuk ruang pemisah yang berisi cairan bening licin agar jantung mudah bergerak saat pemompaan darah. Kerangka jantung, jaringan ikat tersusun kompak pada bagian tengah jantung yang merupakan tempat pijakan atau landasan ventrikel, atrium dan katup – katup jantung. Bagian tengah badan jaringan ikat tersebut disebut trigonum fibrosa dekstra, yang mengikat bagian medial katup trikuspid, mitral, dan anulus aorta. Jaringan ikat padat ini meluas ke arah lateral kiri membentuk trigonum fibrosa sinistra. Perluasan kedua trigonum tersebut melingkari katup trikuspid dan mitral membentuk anuli fibrosa kordis sebagai tempat pertautan langsung otot ventrikel, atrium, katup trikuspid,dan mitral. Salah satu perluasan penting dari kerangka jantung ke dalam ventrikel adalah terbentuknya septum interventrikuler pars membranasea. Bagian septum ini juga meluas dan berhubungan dengan daun septal katup trikuspid dan sebagian dinding atrium kanan.Anatomi dalam, jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. Atrium kanan, darah vena mengalir kedalam jantung melalui vena kava superior dan inferior masuk ke dalam atrium kanan, yang tertampung selama fase sistol ventrikel. Secara anatomis atrium kanan terletak agak ke depan dibanding dengan ventrikel kanan atau atrium kiri.

Fisiologi
Tangisan pertama merupakan proses masuknya oksigen yang pertama kali ke dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan ekstravaskular paru dan peningkatan tekanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis.
Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi oksigen sistemik.Perubahan selanjutnya terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan.Kondisi ini mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik.Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis.
Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.
Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik, terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai dibawah tekanan atrium kiri.Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis.
Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik.Sebaliknya ventrikel kanan mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka normal.
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale diawali penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).
Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap total anomalous pulmonary venous connection dibawah difragma.Tetap terbukanya foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap kelainan obstruksi jantung kanan.Tetap terbukanya duktus arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan ductus dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation.

Definisi
Atrium sekat defek (ASD) merupakan merupakan kelainan yang terjadi pada setiap sekat atrium (sekundum primum atau sinus venusus) jarang kemungkinan tidak ada sekat atrium yang membentuk atrium tunggal fungsional.
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri.Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium.Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger.Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan.Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron.
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu
Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum, mungkin disertai kelainan katup mitral.
Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan.

Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
Faktor Prenatal
Ibu menderita infeksi Rubella
Ibu alkoholisme
Umur ibu lebih dari 40 tahun
Ibu menderita IDDM
Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
Faktor genetik
Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
Ayah atau ibu menderita PJB
Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
Lahir dengan kelainan bawaan lain
Gangguan hemodinamik
Tekanan di Atrium kiri lebih tinggi daripada tekanan di Atrium Kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari Atrium Kiri ke Atrium Kanan.
Manifestasi klinik
Anak dengan defek optium sekundum paling sering, dan lesi mungkin tidak ditemukan selama pemeriksaan fisik. Bahakan ASD sekundum sangan besar sangat jarang menimbulkan gagal jantung yang jelas secara klinis pada masa anak, pada anak yang lebih tua berbagai tingkat intoleransi latihan fisik mungkin ditemukan. Sering kali tingkat keterbatasan tidak tampak pada keluarga sampai sesudah perbaikan secara bedah, ketika tingkat aktivitas anak bertambah dengan jelas. Pada anak dan bayi yang lebih tua tanda – tanda fisik biasa khas tetapi tidak kentarak dan memerlukan pemeriksaan yang teliti dan perhatian khusus pada suara jantung.
Nadi normal. Kuat angkat ventrikel kanan teraba dari linia stanalis kiri ke linia midklavikularis. Suara jantung prtama keras dan kadang – kadang ada klik ejeksi pulmunal. Kebanyakan penderita, suara jantung kedua pada linia parasternalis kiri atas memebelah lebar dan pembelahannya konstan pada semua fase respirasi. Tanda – tanda auskultasi ini khas dan adalah defek yang meningkatkat defek yang menghasilakn kenaikan volume diastolik ventrikel kanan secara konstan dan waktu ejeksi yang diperpanjang. Bising sistolik adalah tipe ejeksi, nada sedang, tanpa kualitas yang keras, jarang siseratai oleh getaran, dan paling baik di dengarkan pada linia parasternalis kiri, media dan atas. bising ini dihasilkan oleh bertambahnya aliran yang melewati saluran aliran keluar ventrikel kanan ke dalam arteri pulmunaris. Bising middiastolik, pendek, lumbal yang dihasilkan oleh bertambahnya volume aliran darah yang melewati katup trikuspidalis sering dapat didengar di linia parasternalis bawah. Tanda ini, yang mungkin kentara dan terdengar terbaik dengan setoscop corong, merupakan suatu tanda diagnostik yang sangat baik dan biasanya menunjukkan rasio shunt sekurang – kurangnya.

Patofisiologi
Tangisan pertama merupakan proses masuknya oksigen yang pertama kali ke dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan ekstravaskular paru dan peningkatan tekanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis.
Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi oksigen sistemik.Perubahan selanjutnya terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan.Kondisi ini mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik.Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis.
Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.
Pemotongan tali pusar mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik, terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai dibawah tekanan atrium kiri.Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis.
Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik.Sebaliknya ventrikel kanan mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka normal.
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale diawali penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).
Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap total anomalous pulmonary venous connection dibawah difragma.Tetap terbukanya foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap kelainan obstruksi jantung kanan.Tetap terbukanya duktus arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan ductus dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation.
Derajat shunt dari kiri ke kanan tergantung pada ukuran defek dan juga pada kelenturan relativ ventrikel kanan dan kiri, serta tahanan vaskuler relatif pada sirkulasi pulmonal dan sistemik. Pada defek besar, shunt besar mengalirkan darah terogsigenasi dari atrium kiri ke atrium kanan. Darah ini ditambahkan pada aliran venusa biasa ke atrium kanan dan dipompakan oleh ventrikel kanan ke paru – paru. Pada defek besar aliran darah pulmonal biasanya dua sampai empat kali aliran darah sistemik. Sedikitnya gejala gejala pada bayi dengan ASD adalah setruktur ventrikel kanan pada awal kehidupan ketika otot dindingnya tebal dan kurang lentur sehingga membatasi Shunt dari kiri ke kanan. Ketika bayi menjadi lebih tua, diding ventrikel kanan lebih tipis, sebagai akibat lebih rendahnya kebutuhan penyebab tekanan, dan shunt dari kiri ke kanan yang melewati ASD bertambah. Aliran darah yang besar melewati sisi kanan jantung menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan serat dilatasi arteria pulmunaris. Walaupun aliran darah pulmonal besar tekanan arteri pulmunal tetap besar karena tidak ada komunikasi tekanan tinggi antara sirkulasi pulmunal dan sistemik. Tahanan vaskuler pulmunal tetap rendah selama masa anak, waluapun ia mungkin bertambah pada masa dewasa ventrikel kiri dan aorta ukurannya sama. Sianosis hanya kadang – kadang pada orang dewasa yang mempunyai tanda – tanda penyulit penyakit vaskuler pulmunal.

Diagnosis
Roentgenogram dada menunjukan berbagai tingkat pembesaran ventrikeldan atrium kanan tergantung pada ukuran shunt, ventrikel kiri dan aorta ukurannya normal. Arteri pulmonal besar dan vaskularisasi pulmonal bertambah. Tanda-tanda ini berfariasi dan mungkin tidak cukup jelas pada kasus ringan. Pembesaran jantung sering kali paling baik ditingkatkan nilainya pada pandangan lateral karena ventrikel kanan menonjol ke atrior bila volume bertambah. Elektrokardigram menunjukan kelebihan volume ( volume over load) ventrikel kanan dengan deviasi sumbu ke kanan atau sumbu normal, dan penundaan kecil hantaran ventrikel kanan ( biasanya pola rsR` dihantaran perikordial kanan )
    Ekokardium menujukkan tanda-tanda khas kelebihan beban volume ventrikel kanan, termasuk bertambahnya dimensi akhir diastolik ventrikel kanan dan gerakan abnormal sekat ventrikel. Sekat normal bergerak keposterior selama sistole dan ke anterior selama diastol. Pada kelebihan beban ventrikel kanan dan tahanan vaskuler pulmunal normal, gerakan sekat terbalik yaitu, pada sistole bergerak ke anterior ke anterior atau gerakannya adalah diantaranya sekat tetap lurus.
    Jika diagnosis dicurigai atau ukuran shunt tidak dapat di tentukan secara tidak dapat ditentukan secara dapat dipercaya dari uji non infasif, kateterisasijantung dapat memperkuat adanya defek dan memungkinkan pengukuran rasio shunt. kadar oksigen darah dari atrium kanan lebih tinggi dari pada kadar oksigen kava superior. Tanda ini tidak secara spesifik diagnostik karena ia dapat terjadi pada anomalin parsial muara vena pulmonaris ke atrium kanan dengan defek sekat ventrikel bila ada insufiensi trikuspidalis, dengan defek sekat atrium ventrikuler yang bersama dengan shunt dan ventrikel kiri ke atrium kanan, dengan komunikasi aourta ke atrium kanan ( aneurisma valsalva yang robek ), tanda- tanda fisik yang menimbulkan tiga anomali terakhir biasanya sangat berbeda dari tanda- tanda fisik ASD, dan adanya biasanya dapat diperkuat dengan angiokardiografi selektif.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Foto thorax
EKG ; deviasi aksis ke kiri pada ASD primum dan deviasi aksis ke kanan pada ASD Secundum; RBBB,RVH
Echo
Kateterisasi jantung ; prosedur diagnostik dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam serambi jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sample darah memberikan sumber-sumber informasi tambahan.
TEE (Trans Esophageal Echocardiography)

Komplikasi
Gagal Jantung
Penyakit pembuluh darah paru
Endokarditis
Aritmia

Penatalaksanaan
Terapi medis
Pembedahan penutupan defek dianjurkan pada masa anak berusia 5 -10 tahun. Prognosis sangat ditentukan oleh resistensi kapiler paru, dan bila terjadi Eisenmenger umumnya menunjukkan prognosis buruk
Terapi non medis
Pemberian oksigen
Pemberian cairan dan nutrisi
Pemberian prostaglandin E1
Koreksi terhadap gagal jantung dan disritmia
Koreksi terhadap kelainan metabolik











BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa Atrium sekat defek (ASD) merupakan merupakan kelainan yang terjadi pada setiap sekat atrium (sekundum primum atau sinus venusus) jarang kemungkinan tidak ada sekat atrium yang membentuk atrium tunggal fungsional. Kelainan jamtung ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor genetik dan faktor prenatal.
Saran
Berdasarkan beberapa kesimpulan diatas, maka penulis mengajukan beberapa saran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien dengan gangguan konginital asianotik Atrium Sekat Defek (ASD) yaitu dengan lebih memperhatikan kepada pemberian rasa aman dan juga mencegah proses terjadinya komplikasi.

pencegahan DM

di bawah ini beberapa cara untuk mencegah DM tipe-2
Ingat, mencegah adalah lebih baik dari pada mengobati. Baca dengan seksama dan teliti 10 tips pencegahan diabetes berikut ini:

1. Lakukan lebih banyak aktivitas fisik

Ada banyak manfaat berolahraga secara teratur. Latihan olahraga dapat membantu meningkatkan sensitivitas tubuh Anda terhadap insulin, yang membantu menjaga kadar gula darah dalam kisaran normal. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada pria yang diikuti selama 10 tahun, untuk setiap 500 kkal yang dibakar per minggu melalui latihan, ada penurunan 6% risiko relatif untuk pengembangan diabetes. Penelitian itu juga mencatat manfaat yang lebih besar pada pria yang lebih gemuk.

Dengan meningkatkan olahraga, tubuh menggunakan insulin lebih efisien sampai 70 jam setelah latihan. Jadi, berolahraga 3-4 kali seminggu akan bermanfaat pada kebanyakan orang. Penelitian menunjukkan bahwa baik latihan aerobik dan latihan ketahanan dapat membantu mengendalikan diabetes, tapi manfaat terbesar berasal dari program fitness yang meliputi keduanya. Perlu dicatat bahwa banyak manfaat olahraga independen terhadap penurunan berat badan. Namun, bila dikombinasikan dengan penurunan berat badan, keuntungannya meningkat secara substansial.

2. Dapatkan banyak serat dalam makanan

Makanan berserat tidak hanya mengurangi risiko diabetes dengan meningkatkan kontrol gula darah tetapi juga menurunkan resiko penyakit jantung dan menjaga berat badan ideal dengan membantu Anda merasa kenyang. Makanan tinggi serat antara lain buah-buahan, sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan umbi-umbian. Salah satu makanan tinggi serat yang terbukti dapat mengendalikan diabetes adalah dedak padi atau bekatul.

3. Makanlah kacang-kacangan dan biji-bijian

Meskipun tidak jelas mengapa, biji-bijian dapat mengurangi risiko diabetes dan membantu menjaga kadar gula darah. Dalam sebuah studi pada lebih dari 83.000 perempuan, konsumsi kacang-kacangan (dan selai kacang) tampaknya menunjukkan beberapa efek perlindungan terhadap pengembangan diabetes. Wanita yang mengkonsumsi lebih dari lima porsi satu-ons kacang per minggu menurunkan resiko terkena diabetes dibandingkan wanita yang tidak mengkonsumsi kacang sama sekali.

4. Turunkan berat badan

Sekitar 80% penderita diabetes kegemukan dan kelebihan berat badan. Jika Anda kelebihan berat badan, pencegahan diabetes dapat bergantung pada penurunan berat badan. Setiap kg Anda kehilangan berat badan dapat meningkatkan kesehatan Anda. Dalam sebuah penelitian, orang dewasa yang kegemukan mengurangi risiko diabetes mereka sebesar 16 persen untuk setiap kilogram berat badan yang hilang. Juga, mereka yang kehilangan sejumlah berat setidaknya 5 sampai 10 persen berat badan awal dan berolahraga secara teratur mengurangi risiko diabetes hampir 60 persen dalam tiga tahun.

5. Perbanyak minum produk susu rendah lemak

Data mengenai produk susu rendah lemak tampaknya berbeda-beda, tergantung apakah Anda gemuk atau tidak. Pada penderita obesitas, semakin banyak susu rendah lemak yang dikonsumsi, semakin rendah risiko sindrom metabolik. Secara khusus, mereka yang mengkonsumsi lebih dari 35 porsi produk susu tersebut seminggu memiliki risiko jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang mengkonsumsi kurang dari 10 porsi seminggu. Menariknya, hubungan ini tidak begitu kuat pada orang yang ramping.

6. Kurangi lemak hewani

Dalam sebuah penelitian terhadap lebih dari 42.000 orang, diet tinggi daging merah, daging olahan, produk susu tinggi lemak, dan permen, dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes hampir dua kali dari mereka yang makan diet sehat. Hal ini independen terhadap berat badan dan faktor-faktor lain.

7. Kurangi konsumsi gula

Konsumsi gula saja tidak terkait dengan pengembangan diabetes tipe 2. Namun, setelah disesuaikan dengan berat badan dan variabel lainnya, tampaknya ada hubungan antara minum minuman sarat gula dan pengembangan diabetes tipe 2. Wanita yang minum satu atau lebih minuman bergula sehari memiliki hampir dua kali lipat risiko terkena diabetes daripada wanita yang minum satu per bulan atau kurang.

8. Berhenti merokok

Merokok tidak hanya berkontribusi pada penyakit jantung dan menyebabkan kanker paru-paru tetapi juga terkait dengan perkembangan diabetes. Merokok lebih dari 20 batang sehari dapat meningkatkan risiko diabetes lebih dari tiga kali lipat dari orang yang tidak merokok. Alasan tepatnya untuk hal ini belum diketahui dengan baik. Kemungkinan merokok secara langsung menurunkan kemampuan tubuh untuk memanfaatkan insulin. Selain itu, ada juga hubungan antara merokok dan distribusi lemak tubuh. Merokok cenderung mendorong bentuk tubuh “apel” yang merupakan faktor risiko untuk diabetes.

9. Hindari lemak trans

Hindari mengkonsumsi lemak trans (minyak sayur terhidrogenasi) yang banyak digunakan pada produk olahan dan makanan cepat saji. Mereka telah menunjukkan berkontribusi pada penyakit jantung dan juga dapat menyebabkan diabetes tipe- 2.

10. Dapatkan dukungan

Dapatkan teman, keluarga atau sekelompok orang untuk membantu Anda dalam mencegah diabetes. Mereka dapat mendukung Anda dalam memempertahankan gaya hidup sehat baru Anda.

Itulah 10 tips mencegah Diabetes. Ingat kata pribahasa di atas tadi, mencegah adalah lebih baik dari pada mengobati. Diharapkan dengan tips tadi kita bisa lebih waspada untuk menjaga kesehatan kita.